Syahdan, pada suatu hari Rasulullah ﷺ keluar rumah dengan wajah sumbringah, tampak amat senang dan bahagia. Beliau pun berjalan sambil tersenyum lebar. “Tidak akan pernah satu kesulitan dapat mengalahkan dua kemudahan. Tidak akan pernah satu kesulitan dapat mengalahkan dua kemudahan. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,” kata beliau.
Telisik punya telisik, ternyata sebab musabab Rasulullah ﷺ amat senang dan bahagia pada hari itu adalah karena Allah c telah menurunkan ayat yang memberi kabar gembira:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh [94]: 5-6)
Mengenai tafsir ayat tersebut, Imam al-Thabari menyebutkan:
وقوله: ﴿فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا﴾ يقول تعالى ذكره لنبيه محمد ﷺ: فإنّ مع الشدّة التي أنت فيها من جهاد هؤلاء المشركين، ومن أوّله ما أنت بسبيله رجاء وفرجا بأن يُظْفِرَكَ بهم، حتى ينقادوا للحقّ الذي جئتهم به طوعا وكَرها.
Allah c menegaskan kepada Nabi-Nya: “Sesungguhnya, bersamaan dengan kesulitan yang kamu (Muhammad) alami ketika berjuang melawan orang musyrik serta semua perjuanganmu dari awal akan ada harapan dan kelapangan untuk mengalahkan mereka hingga mereka tunduk pada kebenaran yang kamu bawa, baik dengan suka rela maupun terpaksa.”
Imam Ibnu Katsir menyebutkan:
وَقَوْلُهُ: ﴿فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا﴾ أَخْبَرَ تَعَالَى أَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يوجَدُ الْيُسْرُ، ثُمَّ أَكَّدَ هَذَا الْخَبَرَ .قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَة، حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ، حَدَّثَنَا حُميد بْنُ حَمَّادِ بْنِ خَوَار أَبُو الْجَهْمِ، حَدَّثَنَا عَائِذُ بْنُ شُريح قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ جَالِسًا وَحِيَالَهُ حجر، فقال: “لو جاء العسر فدخل هذا الحجر لَجَاءَ الْيُسْرُ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ فَيُخْرِجَهُ”، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Allah c memberitahukan bahwa bersamaan dengan kesulitan pasti ada kemudahan. Hal itu juga dikuatkan dengan hadis ini: ‘Aidz bin Syuraih berkata, “Aku mendengar Anas bin Malik berkata, Nabi ﷺ sedang duduk dan di depan beliau ada batu. Lantas, beliau bersabda, “Seandainya kesulitan datang dan masuk ke dalam batu ini maka kemudahan pasti akan datang menjemputnya dan mengeluarkannya. Kemudian Allah menurunkan ayat: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Imam Ibnu Katsir juga menyebutkan:
وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا ابْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى، حَدَّثَنَا ابْنُ ثَوْرٍ، عَنْ مَعْمَر، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: خَرَجَ النَّبِيُّ ﷺ يَوْمًا مَسْرُورًا فَرِحًا وَهُوَ يَضْحَكُ، وَهُوَ يَقُولُ: “لَنْ يَغْلِب عُسْر يُسْرَيْنِ، لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ، فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا، إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا”. وَكَذَا رَوَاهُ مِنْ حَدِيثِ عَوْفٍ الْأَعْرَابِيِّ وَيُونُسَ بْنِ عُبَيْدٍ، عَنِ الْحَسَنِ مُرْسَلًا. وَقَالَ سَعِيدٌ، عَنْ قَتَادَةُ: ذُكِرَ لَنَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ بَشَّرَ أَصْحَابَهُ بِهَذِهِ الْآيَةِ فَقَالَ: “لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ”.
وَمَعْنَى هَذَا: أَنَّ الْعُسْرَ مُعَرَّفٌ فِي الْحَالَيْنِ، فَهُوَ مُفْرَدٌ، وَالْيُسْرُ مُنَكَّرٌ فَتَعَدَّدَ؛ وَلِهَذَا قَالَ: “لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ”، يَعْنِي قَوْلَهُ: ﴿فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا﴾ فَالْعُسْرُ الْأَوَّلُ عَيْنُ(٢٣) الثَّانِي وَالْيُسْرُ تَعَدَّدَ.
“Ibnu Jarir al-Thabari menuturkan bahwa Hasan berkata: “Pada suatu hari Rasulullah ﷺ keluar rumah dengan wajah sumbringah, tampak amat senang dan bahagia. Beliau pun berjalan sambil tersenyum lebar. “Tidak akan pernah satu kesulitan dapat mengalahkan dua kemudahan. Tidak akan pernah satu kesulitan dapat mengalahkan dua kemudahan. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
“Said meriwayatkan dari Qatadah, disebutkan bahwa Rasulullah memberi kabar gemberi pada para shahabatnya dengan ayat tersebut dan beliau bersabda, “Tidak akan pernah satu kesulitan dapat mengalahkan dua kemudahan”.
“Makna hadis ini (Ibnu Katsir mengomentarinya) adalah bahwa sesungguhnya dalam dua ayat tersebut kedua lafal al-‘usr berupa isim ma’rifat yang berarti satu entitas, sedangkan lafal al-yusr berupa isim nakirah yang berarti berbilang (beda entitas).
“Oleh karena itulah, Nabi ﷺ berkata: “Tidak akan pernah satu kesulitan mengalahkan dua kemudahan,” merujuk pada firman Allah: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Al-‘usr pertama dan kedua adalah entitas sama, sedangkan al-yusr pertama dan kedua berbeda.”
Imam al-Qurthubi menuturkan dalam kitab al-Jâmi’ fi Ahkâm al-Qurân bahwa pengulangan dalam ayat tersebut bertujuan sebagai penekanan dan penegasan (ta’kîd). Tujuannya adalah untuk melebih-lebihkan (الإطناب والمبالغة). Yakni, agar harapannya lebih kuat dan bisa lebih bersabar di dalam menghadapi kesulitan, toh, kemudahan pasti akan datang.
Menurut Imam al-Qurthubi, kebiasaan orang Arab adalah saat mengulangi dua kata isim ma’rifat maka keduanya merupakan satu entitas, sedangkan bila mengulangi dua kata isim nakirah maka keduanya berbeda. Karena alasan tersebut, Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa satu kesulitan tidak akan pernah bisa mengalahkan dua kemudahan.
Imam al-Qurtubi menegaskan:
فَهَذَا وَعْدٌ عَامٌّ لِجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ، لَا يَخْرُجُ أَحَدٌ مِنْهُ، أَيْ إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ فِي الدُّنْيَا لِلْمُؤْمِنِينَ يُسْرًا فِي الْآخِرَةِ لَا مَحَالَةَ. وَرُبَّمَا اجْتَمَعَ يُسْرُ الدُّنْيَا وَيُسْرُ الْآخِرَةِ. وَالَّذِي فِي الْخَبَرِ: [لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ [يَعْنِي الْعُسْرَ الْوَاحِدَ لَنْ يَغْلِبَهُمَا، وَإِنَّمَا يَغْلِبُ أَحَدَهُمَا إِنْ غَلَبَ، وَهُوَ يُسْرُ الدُّنْيَا، فَأَمَّا يُسْرُ الْآخِرَةِ فَكَائِنٌ لَا محالة، ولن يغلبه شي.
“Ini merupakan janji umum untuk semua orang mukmin, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang tidak dicakupi. Artinya, setiap kesulitan di dunia bagi orang mukmin akan ada kemudahan di akhirat, tidak diragukan lagi. Bahkan, boleh jadi mendapatkan kemudahan dunia dan akhirat secara bersamaan.
“Yang ada dalam hadis bahwa satu kesulitan tidak akan mengalahkan dua kemudahan adalah kesulitan tersebut hanya akan mengalahkan salah satu kemudahan saja, yaitu kemudahan dunia. Sedangkan kemudahan akhirat tidak akan pernah terkalahkan.”
Imam al-Razi dalam kitab Mafatih al-Ghaib menuturkan:
والمُرادُ مِنَ اليُسْرَيْنِ: يُسْرُ الدُّنْيا وهو ما تَيَسَّرَ مِنِ اسْتِفْتاحِ البِلادِ، ويُسْرُ الآخِرَةِ وهو ثَوابُ الجَنَّةِ، لِقَوْلِهِ تَعالى: ﴿قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنا إلّا إحْدى الحُسْنَيَيْنِ﴾ [التَّوْبَةِ: ٥٢] وهُما حُسْنُ الظَّفَرِ وحُسْنُ الثَّوابِ –الى أن قال — وهَهُنا سُؤالانِ:
الأوَّلُ: ما مَعْنى التَّنْكِيرِ في اليُسْرِ ؟ جَوابُهُ: التَّفْخِيمُ، كَأنَّهُ قِيلَ: إنَّ مَعَ اليُسْرِ يُسْرًا، إنَّ مَعَ العُسْرِ يُسْرًا عَظِيمًا، وأيُّ يُسْرٍ.
السُّؤالُ الثّانِي: اليُسْرُ لا يَكُونُ مَعَ العُسْرِ، لِأنَّهُما ضِدّانِ فَلا يَجْتَمِعانِ. الجَوابُ: لَمّا كانَ وُقُوعُ اليُسْرِ بَعْدَ العُسْرِ بِزَمانٍ قَلِيلٍ، كانَ مَقْطُوعًا بِهِ فَجُعِلَ كالمُقارِنِ لَهُ.
“Yang dimaksud dengan dua kemudahan (dalam ayat) adalah 1) kemudahan dunia, yaitu kemudahan di dalam menaklukkan suatu negeri, dan 2) kemudahan akhirat, yaitu mendapat pahala surga. Sebab, Allah c berfirman, “Katakanlah: “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan”. Kedua kebaikan dimaksud adalah kebaikan kemenangan dan kebaikan berupa pahala.
“Di sini ada dua pertanyaan: pertama, apa arti me-nakirah-kan al-yusr? Jawabannya adalah untuk al-tafkhîm (membesarkan/mengagungkan). Seakan-akan dikatakan, sesungguhnyaa bersama kesulitan pasti ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan yang lebih besar.
“Kedua, kemudahan tidak mungkin bersama dengan kesulitan, karena keduanya berlawanan maka tidak mungkin berkumpul? Jawabannya, karena kemudahan itu datang setelah kesulitan dengan jenjang waktu tidak lama maka kemudahan dibuat seakan-akan berbarangan dengan kesulitan.”
Imam al-Alusi dalam kitabnya, Ruh al-Ma’âni, menuturkan hal sama dengan yang disampaikan Imam al-Razi di atas. Hanya saja, untuk arti kemudahan dalam ayat pertama: kemudahan dunia, Imam al-Alusi berpendapat bahwa kemudahan itu juga bisa mencakup seluruh kemudahan dunia, tidak hanya terbatas pada penaklukkan pada masa Rasulullah ﷺ.
Kemudian, mengenai penggunaan kata “مع” (bersama), Imam al-Alusi menyatakan bahwa pendapat yang masyhur kata ma’a tersebut bermakna “بعد” (setelah). Kata ma’a dipinjam guna menunjukkan hubungan kemudahan dan kesulitan, bahwa setelah kesulitan pasti setelahnya akan langsung datang kemudahan.
Imam al-Alusi juga mendiskusikan tentang faedah al yang ada dalam العسر. Ada banyak pendapat dan yang umum mengatakan bermakna istighrâq yang berarti mencakup semua kesulitan. Dengan demikian, kesulitan apapun, baik besar, kecil, berat, maupun ringan, pasti akan ada solusinya.
Namun demikian, banyak yang masih mempertanyakannya (isykal). Sebab, faktanya banyak kesulitan yang setelahnya tidak ada kemudahan, baik dunia maupun akhirat. Seperti orang yang hidup fakir hingga mati dan atau hidup kafir hingga mati. Yang pertama tidak mendapat kemudahan dunia, sedangkan yang kedua tidak dapat kemudahan akhirat.
Imam al-Alusi menyebutkan beberapa alternatif jawaban terhadap isykal tersebut, namun tidak mendapati jawaban yang memuaskan. Ada jawaban yang tidak akan mengundang perdebatan, yaitu di maknai lil ‘ahdi. Akan tetapi, menurut Imam al-Alusi, yang paling sesuai dengan arti literal dan kontesk pesan (مقام الخطابية) adalah bermakna istighrâq. Oleh karena itu, Imam al-Alusi menegaskan:
فَإذا قِيلَ بِهِ فَلا بُدَّ مِنَ التَّقْيِيدِ بِكَوْنِ مَن أصابَهُ العُسْرُ واثِقًا بِاللَّهِ تَعالى حَسَنَ الرَّجاءِ بِهِ عَزَّ وجَلَّ مُنْقَطِعًا إلَيْهِ سُبْحانَهُ أوْ بِنَحْوِ ذَلِكَ مِنَ القُيُودِ فَتَدَبَّرْ. واللَّهُ تَعالى المُيَسِّرُ لِكُلِّ ما يَتَعَسَّرُ.
“Oleh karena itu, jika memang mau dimaknai istighrâq maka harus diberi syarat dan aturan (taqyîd) bahwa orang yang tertimpa kesulitan (pasti akan datang baginya kemudahan) bila dia percaya kepada Allah c, selalu berharap yang baik kepada-Nya, selalu menggunakan waktunya beribadah kepada-Nya dan lain-lain; renungkan lah! Dan, Allah c adalah Zat yang akan mempermudah bagi setiap kesulitan.”
Al-hasil, penulis setuju dengan pendapat Imam al-Alusi bahwa setelah kesulitan pasti akan datang kemudahan, baik kemudahan dunia maupun kemudahan akhirat; asalkan benar-benar mematuhi beberapa syarat dan aturan yang disebutkan Imam al-Alusi di atas.
Penulis sendiri memiliki tambahan syarat, yaitu harus ada aksi nyata dan upaya maksimal mengurai kesulitan yang menimpa. Tanpa aksi nyata dan usaha keras, kemudahan tidak akan pernah datang kepada kita. Itu pasti dan fakta.
Syarat tambahan tersebut terinspirasi dari penggunaan kata ma’a dalam ayat di atas. Entah oleh ulama sudah ditegaskan atau tidak, namun, saya berasumsi: sesungguhnya kata ma’a dipergunakan untuk menegaskan bahwa ketika kesulitan datang, kita harus bergegas mencari solusinya. Bukan malah berdiam diri menunggu, meratapi, menangis, menghujat, saling menyalahkan, dan lain sebagainya. Kenapa demikian? Karena sesungguhnya kemudahan (solusi) itu dekat. Dia pasti datang dan terjangkau.
Benar kata Imam al-Razi, kesulitan dan kemudahan itu berlawanan dan tidak mungkin berkumpul. Akan tetapi, tidak berkumpul bukan berarti harus jauh, bukan? Terlebih kemudahan yang dijanjikan Allah c lebih besar daripada kesulitan yang ditimpakan, sebagaimana disebutkan para ulama tafsir di atas.
Sebenarnya, Imam al-Alusi dalam kitabnya juga menyebutkan sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa yusr yang dinakirahkan bermakna naw’iyah (bermacam-macam). Dengan kata lain, satu kesulitan memiliki banyak solusi. Dengan berpedoman pada pendapat ini maka ketika kesulitan datang, kita tinggal berusaha keras dengan aksi. Solusi pasti kita temui. Igantlah: satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, seperti ditegaskan Nabi ﷺ.
Oleh: Nadi el-Madani